Ki Wirsiyam, kakek suami saya, semasa hidup dikenal kalangan generasi tua di daerah Donan Cilacap, sebagai tukang totor alias penebang pohon yang mumpuni.
Ternyata kehebatan Ki Wirsiyam tak lepas dari cerita misteri soal kekuatan gaib yang ada pada kembang Kamijara.
Tak heran pohon setinggi dan sebesar apapun bisa ia totor seorang diri. Demikian pula posisi pohon sesulit apa pun, misalnya terlalu mepet rumah, bukanlah perkara sukar baginya.
Sebab setiap Ki Wirsiyam mengayunkan kapak, batang-batang pohon tersebut seolah tunduk pada arahannya. Hal-hal inilah yang membuat beliau terkenal. Dan setelah beliau meninggal tak ada lagi penebang pohon selinuwih dirinya.
Ternyata ada kisah mencengangkan di balik kemampuan linuwih Ki Wirsiyam. Dahulu beliau hidup serba kekurangan. Sejak berusia remaja tanggung ia sudah menumpang hidup, berpindah-pindah pada orang lain karena orangtuanya amat miskin.
Ia pun harus berjuang mencari sesuap nasi seorang diri. Di tahun 1940-an, ia bekerja sebagai penebas Daonan, sejenis tumbuhan nipah bakal atap rumah yang tumbuh di Laguna Segara Anakan.
Suatu hari beliau pergi menebas seperti biasa dengan mendayung sampannya, sambil menahan lapar. Ketika rasa laparnya sudah tak tertanggungkan lagi, beliau melihat setangkai kembang di pinggir Bengawan Donan.
Kembang tersebut mencuat dari tanaman Kamijara alias serai. Tanpa pikir panjang lagi, langsung saja kembang itu ia petik dan lahap demi mengganjal perut.
Ajaib, usai memakan kembang itu tubuhnya mendadak segar bugar. Tenaganya berlipat ganda, dan pandangannya menjadi terang.
Tak lama setelah kejadian itu ia beralih pekerjaan, dari penebas Daonan menjadi penebang pohon suruhan alias tukang totor.
Kemudian nama Wirsiyam menjadi terkenal, hingga ia tutup usia di bulan Juli tahun 2013. Menurut kepercayaan masyarakat Jawa kuno, kembang Kamijara adalah kembang misterius yang berkhasiat memberi kekuatan pada orang yang memakannya.
Karena sifat misterius itulah, amat jarang orang yang berhasil menemukannya tumbuh. Sama misteriusnya dengan kembang Wijayakusuma yang asli. Wallahu’alam. (Seperti diceritakan Gita Fu di Koran Merapi) *