Konon roh penasaran bisa berwujud jadi hantu seperti pocong misalnya. Bisa jadi pula hantu seperti itu gentyangan karena ingin minta doa.
Biasanya pukul 9 malam, Ardi sudah sampai rumah. Namun karena hujan bercampur angin dan lupa bawa mantel, Ardi masih di kantor.
Tak mungkin dia nekat menembus badai. Karena jalan menuju rumahnya sedikit berbahaya kalau sedang hujan. Rumah Ardi berada di pedesaan.
Untuk pulang dia harus melewati hutan jati lebat yang rawan tumbang. Jalannya sedikit bergelombang jadi kalau hujan jalanan licin.
Pukul 10 hujan mulai reda. Ardi bergegas pulang. Sebenarnya ia agak khawatir. Karena jalan menuju rumahnya harus melewati hutan yang terkenal angker.
Hutan jati lumayan panjang tanpa penerangan jalan, apalagi di musim hujan seperti ini. Daun-daun jati merimbun, menambah keangkeran.
Tapi apa boleh buat, itulah jalan satu-satunya menuju rumah Ardi. Gerimis dan kabut tipis menemaninya di sepanjang jalan.
Dia berusaha berfikir positif dan fokus membawa motor. Saat mulai masuk hutan jati, perasaan Ardi mulai tak enak. Tapi dia berusaha berfikir positif.
Semakin masuk jalan tengah hutan hidungnya mencium baru busuk yang sangat menusuk hidung. Jantungnya mulai berdebar kencang.
Nafasnya tak beraturan hingga membuat kaca helmnya berkabut. Ardi mengelap kaca helm dengan tangannya.
Setelah mengelap helm, jantungnya seperti mau lepas.
Bagaimana tidak. Di tengah jalan berdiri sesosok pocong. Wajahnya hitam tak beraturan. Baunya sangat menusuk. Seolah-olah pocong itu sengaja menghadangnya.
Dengan cepat Ardi membanting stang motornya. Menghindar agar tidak menabrak pocong itu. Hampir saja Ardi terjatuh. Bukannya menghilang, pocong itu berpindah ke sela-sela pohon jati.
Ardi membaca doa-doa sebisanya. Kemudian melanjutkan perjalanannya. Sepanjang jalan dia merasa pocong itu mengikutinya. Karena bau busuk masih sangat menyengat.
Sesampainya di rumah, buru-buru Ardi masuk rumah, mengunci pintu. Kakak Ardi bingung melihat adiknya ketakutan dengan wajah pucat pasi.
“Kamu kenapa, Dek? Sakit?” tanya Marni, kakak Ardi.
“Tadi aku dihadang pocong, Mbak. Kayaknya ngikutin aku deh.” jawab Ardi gemetar.
Tak lama kemudian pintu rumah diketuk seseorang. (Seperti dikisahkkn Indri Astuti di Koran Merapi)