JEMBATAN sering menjadi tempat yang mengisahkan cerita misteri. Banyak yang beranggapan jembatan satu tempat yang disenangi makhluk halus untuk ditepati. Seperti halnya hantu jamu gendong, yang dikenal suka gentangan di sekitar jembatan.
Saat liburan sekolah, Toni, Dito dan Arman berlibur ke rumah nenek Toni di kampung. Mereka berangkat dari Jakarta menggunakan mobil sekitar jam 5 sore dan sampai di sana keesokan paginya.
Hari berikutnya mereka minta izin pada kakek dan nenek Toni untuk pergi jalan-jalan keliling kota. “Ya, boleh tapi jangan pulang malam-malam ya,” kata Mbah Jito, kakek Toni.
“Iya Mbah,” jawab mereka bertiga.
Mereka lalu berangkat dan tidak lupa untuk berdoa. “Ton, kita mau jalan-jalan kemana?” tanya Dito.
“Gimana kalau jalan-jalan ke tengak kota saja,” jawab Toni. “Setuju,” jawab Dito dan Arman berbarengan.
Sesampainya di kota, mereka jalan-jalan sambil melihat-lihat sekeliling. Setelah lelah berputar-putar menikmati tempat-tempat wisata di kota, mereka pulang dan membeli makanan untuk makan malam. Tidak lupa membelikan makanan untuk kakek dan nenek Toni di rumah.
Saat pulang mereka melewati jembatan sama seperti saat berangkat tadi. Tetapi saat itu sudah malam dan hanya sedikit pengendara yang lewat.
“Kok serem gini ya, Ton?” kata Arman.
“Ya serem lah namanya juga sudah malem,” jawab Toni.
Saat sampai di tengah jembatan mereka melihat seorang nenek-nenek penjual jamu gendong berdiri di tengah jalan. Saat diklakson nenek itu tidak menoleh dan tetap diam saja.
“Nenek-nenek itu sebenernya denger nggak sih kalau diklakson.” kata Dito.
“Gimana kalau kita turun saja terus suruh nenek itu minggir. Mungkin saja nenek itu nggak denger kalau diklakson.” kata Toni.
Kemudian Toni, Dito dan Arman pun turun dari mobil dan menghampiri nenek itu. Saat mereka mendekat dan memanggil nenek itu, tiba-tiba nenek itu menoleh dan mereka bertiga pun kaget, karena wajah nenek itu sangat menyeramkan, wajahnya hancur dan badannya penuh dengan darah.
Sontak ketiganya langsung lari masuk ke dalam mobil dan kemudian tancap gas dari tempat itu. Saat dilihat lewat kaca spion, nenek itu tiba-tiba menghilang.
Sesampainya di rumah, mereka langsung menceritakan apa yang baru saja terjadi. Mendengar cerita mereka bertiga Mbah Jinem, nenek Toni kemudian menjawab, “Nenek-nenek itu sebenarnya adalah hantu bernama hantu jamu gendong.”
“Menurut cerita dia adalah seorang penjual jamu gendong yang tewas karena dibunuh oleh preman yang mengambil uangnya. Setelah meninggal arwahnya gentayangan dan menghantui siapa pun yang lewat di jembatan pada larut malam,” lanjut Mbah Jinem, nenek Toni.
“Sudah lebih baik sekarang tidur daripada besok pagi kesiangan, soalnya nanti Subuh kan kita mau salat Subuh berjamaah di masjid,” kata Mbah Jito, kakek Toni.
“Ya Mbah,” jawab mereka bertiga bersamaan. (Seperti dikisahkan Pandu Eka Prayoga di Koran Merapi)