Misteri Gundul Pringis Gentayangan di Kali Tempukan

penampakan gundul pringis yang gentayangan masih sering terdengar, terutama di desa terpencil. Seperti halnya sebuah kampung yang terletak di pelosok Boyolali yang memiliki ciri khas unik.

Tidak saja namanya yang kerap mendatangkan kesalahpahaman makna, kampung ini dikelilingi oleh sungai. Sehingga akses menuju kampung tersebut dari segala penjuru harus melalui jembatan (kreteg). Tentu tidak banyak kampung yang memiliki ciri geografis semacam itu.

Lantaran hal tersebut, keseharian masyarakatnya sangat akrab dengan sungai. Mandi, mencuci, hingga buang hajat sampai sekarang ini masih banyak yang melakukannya di kali.

Selain itu, beberapa warga menambang pasir di kali untuk keperluan pribadi maupun dijual. Masyarakat juga menjaga ritual turun-temurun di sungai, yaitu memandikan calon pengantin di Kali Tempukan sehabis subuh. Kali Tempukan adalah pertemuan arus dari tiga anak sungai.

Pakde Gimin, sedari kecil sering main di kali. Lumban atau berenang bersama kawan-kawannya merupakan kegiatan yang mengasyikkan. Meski acap kali sepulangnya dari kali selalu dimarahi, lazimnya anak-anak tidak jemu mengulangi kenakalannya.

Saking menyatunya dengan sungai, Pakde Gimin lebih suka buang hajat di sungai. Padahal anak-anaknya sudah membangun kamar mandi beserta WC. Namun Pakde Gimin merasa sensasi buang hajat di sungai itu lebih praktis dan tenang.

Suatu petang Pakde Gimin melangkah tergesa menuju kali yang tidak seberapa jauh dari rumahnya. Perutnya sudah mules sejak siang tadi. Berkali-kali ke WC tanpa hasil.

“Apa harus ke sungai, Pak? Sudah hampir maghrib ini. Lebih baik di WC saja!” Istri Pakde Gimin sempat memperingatkan suaminya.

“Biar cepat lega, Bu. Di WC tidak keluar-keluar dari tadi,” keluh Pakde Gimin sambil lalu.

Sesampainya di kali, Pakde Gimin segera berjalan ke tempat favoritnya. Di sebuah batu melintang di bawah rindangnya pohon bambu yang meliuk.

Irama aliran sungai, pula sejuk angin, membuat Pakde Giman tenang. Tanpa sadar dia melamun. Sebuah suara benda jatuh mengagetkan Pakde Gimin. Dia memandang ke sekeliling. Matanya kemudian fokus ke kebun belakang Mbah Karto, tetangganya.

Sebuah kelapa menggelinding cepat ke arahnya. Pakde Gimin tercengang. Dan ketika buah kelapa itu hanya sejengkal dari tempatnya jongkok, buah kelapa itu tiba-tiba berhenti.

Seringai wajah menyeramkan menatap tajam ke arah Pakde Gimin. Buah kelapa tadi entah bagaimana berubah menjadi sebuah kepala yang meringis. Kaget dan ketakutan, Pakde Gimin sampai tercebur ke sungai.

Bajunya basah. Pakde Gimin langsung lari terbirit-birit sambil membenarkan celananya.
“Ada apa, Pakde?” tanya para tetangga yang sedang duduk-duduk berkerumun di luar rumah.
“A…anu, tadi saya lihat ada gundul pringis,” ucap Pakde Gimin terbata.

Seketika warga berkasak-kusuk. Beberapa mengaku pernah mengalami penampakan serupa. Hal itu mulai terjadi belum lama ini. Tepatnya setelah kebun kas milik desa yang berdekatan kali dipakai untuk tempat berjudi, mabuk-mabukan, serta maksiat lainnya oleh orang luar kampung. (Seperti dikisahkan Endang Sri Sulistiya di Koran Merapi) *

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *